×

Hari Guru Nasional dan Tantangan Soft Power: Analisis Aktivitas Zionisme di Indonesia melalui Pendidikan

Di momentum Hari Guru Nasional, kita menghormati peran para pendidik dalam membentuk karakter dan wawasan generasi bangsa. Guru bukan hanya mengajarkan akademik, tetapi juga menanamkan nilai moral, literasi kritis, dan kesadaran geopolitik. Namun, tantangan modern muncul ketika jalur pendidikan menjadi medium soft power asing yang halus, seperti yang terlihat pada aktivitas American Jewish Committee (AJC) di Indonesia.

AJC memanfaatkan jalur lembut (soft power) untuk membangun jejaring pendidikan dan sosial. Lewat program dialog lintas-agama dan literasi agama, AJC membentuk perspektif akademisi, guru, dan pendidik agama. Secara resmi, tujuan program ini adalah meningkatkan toleransi dan pemahaman antaragama. Namun, jika dianalisis secara kritis, aktivitas ini membuka jalur pengaruh yang dapat membentuk cara pandang pendidik dan pemimpin agama terhadap isu internasional dan agama lain, termasuk konflik Palestina-Israel.

AJC bekerja sama dengan Leimena Institute, lembaga pluralisme di Indonesia, untuk menyelenggarakan program Cross-Cultural Religious Literacy (CCRL). Program ini menargetkan guru, dosen, dan pendidik agama di berbagai provinsi dengan materi pengantar Yudaisme dan workshop dialog antaragama. Partisipasi sejumlah tokoh agama dan pendidik dalam program fellowship atau workshop membuka jalur soft power melalui pendidikan lintas-agama, tanpa menyimpulkan dukungan pribadi terhadap agenda politik tertentu. Efek program lebih pada pengaruh cara pandang dan metode pengajaran, bukan pengubahan kurikulum resmi MI, MTs, MA, atau perguruan tinggi.

Dalam kajian hubungan internasional, soft power adalah kemampuan memengaruhi pihak lain melalui budaya, ide, dan nilai. AJC memanfaatkan jalur ini melalui seminar, fellowship, dan workshop di Indonesia. Dampaknya meliputi pendekatan pedagogi guru dan dosen, perspektif mahasiswa, serta diskusi lintas-agama di akademisi dan komunitas. Kegiatan ini menunjukkan soft power yang strategis: bukan dominasi struktural, melainkan pembentukan kerangka analisis dan nilai melalui pendidikan dan dialog lintas-agama. Strategi ini bersifat halus dan non-formal, namun mampu membentuk kerangka pikir generasi muda.

Penting untuk membedakan Yudaisme sebagai agama dan Zionisme sebagai ideologi politik. Yudaisme adalah agama monoteistik dengan ajaran moral dan etika, sedangkan Zionisme adalah gerakan nasionalis modern untuk membangun dan mempertahankan negara Israel. Beberapa literatur akademik menunjukkan bahwa Zionisme menggunakan simbol agama sebagai legitimasi politik. Dalam banyak praktik politik, agama digunakan sebagai alat legitimasi untuk kepentingan kekuasaan, bukan sebagai sumber kejahatan itu sendiri. Contoh nyata dari laporan HAM dan studi geopolitik antara lain Nakba 1948 yang menyebabkan pengusiran massal warga Palestina, blokade Gaza, pembangunan pemukiman ilegal, serta diskriminasi sistemik yang disebut apartheid dalam laporan PBB, Amnesty International, dan Human Rights Watch.

Program AJC di Indonesia menempatkan pendidikan sebagai medium soft power, melalui workshop dan kursus untuk pendidik agama, seminar dan fellowship untuk tokoh akademik, serta materi pengantar Yudaisme dan dialog lintas-agama. Pendekatan ini menyoroti bagaimana soft power dapat menembus ranah pendidikan melalui jalur non-formal, membentuk perspektif dan kerangka pikir tanpa merubah struktur institusional. Meskipun kurikulum resmi tidak berubah, soft power ini dapat membentuk cara pandang pendidik dan peserta didik terhadap toleransi, agama, dan geopolitik global.

Sejumlah media lokal menyoroti perlunya kewaspadaan, karena program ini berpotensi menjadi jalur legitimasi politik pro-Israel melalui narasi pluralisme dan toleransi. Aktivitas ini harus dianalisis secara kritis tanpa menuduh individu sebagai pendukung agenda politik tertentu. Transparansi dan kesadaran geopolitik menjadi penting agar soft power asing tidak menggeser kedaulatan pemikiran masyarakat dan pendidikan di Indonesia.

Pada Hari Guru Nasional ini, mari kita menghargai peran guru tidak hanya sebagai pengajar akademik, tetapi juga sebagai pelindung integritas pemikiran generasi muda. Guru memiliki tanggung jawab strategis untuk menjaga agar pendidikan tetap bebas dari pengaruh politik asing yang terselubung, sekaligus menumbuhkan wawasan toleransi dan kesadaran geopolitik. Aktivitas AJC di Indonesia bersifat soft power, bukan dominasi struktural, namun tetap membuka jalur pengaruh yang harus dipahami dan diwaspadai. Dengan kesadaran ini, guru menjadi garda terdepan dalam memastikan generasi muda Indonesia memiliki pemahaman kritis, berwawasan luas, dan tetap berpegang pada nilai-nilai nasional.

Indonesia perlu menegaskan kontrol lokal atas pendidikan, literasi kritis, dan kebijakan yang menjaga integritas nasional. Dialog antaragama tetap penting, tetapi harus dijalankan dengan kesadaran geopolitik dan transparansi, sehingga soft power asing tetap terpantau dan tidak mengubah kerangka pikir peserta didik secara diam-diam.

Selamat Hari Guru Nasional. Semoga para pendidik terus menjadi pelindung integritas pemikiran dan benteng nilai-nilai bangsa.

Penulis: Supriadi, Direktur Media SandeqNews,

Kordinator Free Palestine Network Polewali Mandar

Ketua Divisi Humas PGIN Sulbar

Referensi dan sumber fakta:

1. AJC – Asia Pacific Institute: Indonesia Programs

2. Newsroom.id – Laporan fellowship tokoh agama Indonesia

3. Republika & Eramuslim – Liputan CCRL & kerja sama AJC–Leimena

4. Ilan Pappé, The Ethnic Cleansing of Palestine, Oneworld Publications, 2006

5. Rashid Khalidi, The Iron Cage: The Story of the Palestinian Struggle for Statehood, Beacon Press, 2006

6. Laporan PBB, Amnesty International, Human Rights Watch – situasi HAM di Palestina

Share this content:

Post Comment