Yang Pergi ke Mekkah Penuhi Rukun, Yang Membela Gaza Penuhi Nurani
Polewali Mandar- sandeqnews.id -Langkah kaki para jamaah haji mengalun pelan di antara gurun Mekkah, berselimut kain ihram putih yang menandakan kepasrahan total kepada Sang Pencipta. Dalam waktu bersamaan, di tanah lain yang tak kalah suci — Palestina — tubuh-tubuh kecil terbujur kaku dibalut kain kafan, menjadi korban brutal dari perang yang terus berlangsung.
Dua dunia, dua kenyataan. Namun keduanya terhubung oleh satu garis takdir umat Islam: kesucian dan penderitaan.
Ibadah haji bukan hanya perjalanan fisik ke Baitullah, tetapi juga panggilan jiwa untuk memperbarui komitmen spiritual dan sosial. Saat jutaan umat memekikkan takbir, adakah gema itu sampai ke reruntuhan Gaza? Apakah empati kita mampu menembus tembok diam dan membangkitkan keberanian untuk bersuara?
Ritual dan Realitas
Agama tidak berhenti pada simbol. Ia menuntut wujud nyata dalam bentuk kepedulian terhadap sesama. Al-Qur’an tidak menyempitkan makna kebajikan pada arah kiblat atau gerakan fisik salat, tetapi menjabarkannya dalam tindakan: memberi pada yang miskin, membela yang tertindas, dan mengorbankan yang dicintai demi kemanusiaan (QS. Al-Baqarah: 177).
Palestina bukan isu politik semata. Ia adalah potret luka umat yang seharusnya menggugah nurani. Menjadi Muslim hari ini tidak cukup hanya menunaikan ibadah individu, tetapi juga menyalakan cahaya perlawanan terhadap ketidakadilan global.
Gaza dan Hakikat Pengorbanan
Haji dan qurban yang baru saja dilaksanakan oleh jutaan Ummat islam sejatinya adalah simbol kesiapan untuk menyerahkan yang terbaik kepada Allah. Namun, apakah kita siap mengorbankan kenyamanan kita untuk menolong anak-anak yang kehilangan masa depan di Gaza?
Rakyat Palestina sedang mengajarkan dunia tentang arti pengorbanan sejati. Mereka tidak sekadar menyerahkan harta, tapi jiwa dan raganya demi mempertahankan martabat dan kebebasan.
Diam adalah Kejahatan yang Lain
Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah akan menolong siapa yang menolong agama-Nya (QS. Al-Hajj: 40). Dan menolong agama bukan hanya membela masjid atau simbol-simbol lahiriah, tetapi membela nilai-nilai ilahiah: keadilan, kasih sayang, dan pembebasan manusia dari kezaliman.
Diam dalam menghadapi tragedi Palestina adalah bentuk pengkhianatan terhadap misi kemanusiaan Islam. Kita tidak boleh menjadi penonton pasif. Kita harus menjadi suara bagi yang dibungkam, penguat bagi yang tertindas, dan penegak bagi keadilan yang diinjak-injak.
Momentum untuk Bangkit
Kini saat kita melihat lautan manusia di Tanah Suci, mari kita juga lihat laut darah dan air mata di Gaza. Jadikan momentum haji sebagai refleksi untuk bangkit. Doa-doa yang terlantun di Arafah seharusnya disertai ikhtiar untuk menyuarakan penderitaan yang diredam oleh kebisuan dunia.
Kita bisa mulai dari hal sederhana: menyebarkan kesadaran, menyumbang ke lembaga terpercaya, hingga mendesak pemerintah dan dunia internasional agar tidak menutup mata terhadap penderitaan yang nyata.
Karena sejatinya, agama bukan hanya soal langit, tapi juga tentang membumi hadir di tengah manusia memperjuangkan nilai nilai luhur yang diwariskan para nabi: Cinta, kasih sayang dan keadilan.
Supriadi: kordinator FPN ( Free Palestine Polewali Mandar)
Referensi:
1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 177 dan Surat Al-Hajj: 402.
2.Tafsir al-Misbah – Prof. Quraish Shihab
3.Tafsir Ibnu Katsir – Darus Salam
4. Laporan Amnesty International tentang kejahatan kemanusiaan di Palestina
5.Pemikiran Ustaz Ismail Amin – Koresponden TVOne/MetroTV untuk Teheran
6. Kajian Ustaz Muhammad Nur Jabir – Rumi Institute
7. Data dan rilis kemanusiaan dari lembaga internasional dan media
Post Comment